DENPASAR - Dalam kasus sidang dugaan pemalsuan silsilah yang ramai menjadi perbincangan publik, yang menyengketakan tanah warisan di Subak Kerdung, Pedungan, kali ini selaku kuasa hukumnya membacakan eksepsi untuk menjawab dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dari pihak terdakwa Anak Agung Ngurah Oka menyebutkan bahwa kasus ini tidak tepat sasaran. Kasus yang seharusnya masuk kamar perdata bukan pidana, pada sidang di PN Denpasar, Selasa (19/11/2024).
Salah satu bunyi eksepsi yang dibacakan, "Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi objek sengketa perdata, demikian juga sengketa-sengketa dalam transaksi jual beli tanah dimana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual, selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang bersangkutan, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah pidum"
Kuasa hukum terdakwa, yang dipimpin I Kadek Duarsa, SH, MH, CLA, menyoroti sertifikat tanah seluas 8, 6 hektar atas nama 14 ahli waris keluarga Jero Kepisah sebagai bukti bahwa sengketa ini perlu diuji dalam jalur hukum perdata.
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) memaksakan perkara ini masuk ranah pidana tanpa pengujian perdata terlebih dahulu, ” kata Kadek Duarsa.
Ini juga merujuk pada surat Jaksa Agung Nomor B-230/E/Ejp/01/2013 sebagai dasar bahwa sengketa tanah harus diselesaikan sebagai perkara perdata murni.
Kemudian kuasa hukum lainnya Wayan Sutita alias Dobrak yang berapi - api menekankan bahwa surat pernyataan silsilah GST RAKA AMPUG (alm) tanggal 23 Nopember 2015 dengan Register Nomor : 593/631/XI/2015 dan Surat Pernyataan Waris
Baca juga:
TNI AL Tangkap 8 Kapal Pencuri Batu Bara
|
dengan Register Nomor : 593/434/XI/2016 yang digunakan oleh Anak
Agung Ngurah Oka/Terdakwa untuk mensertifikat tanah waris, yang telah ditandatangani oleh Anak Agung Gede Risnawan, S.Sos., MH (saksi) saat itu sebagai Camat telah dicabut.
Tentu itu membuat kekacauan baru bahkan pencabutan tanda tangan itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas, karena camat adalah jabatan sehingga tidak dibenarkan mencabut tanda tangan saat setelah tidak menjabat.
Belum lagi JPU diduga abaikan fakta penting bahwa ahli waris ada 14 keluarga, mengapa hanya satu saja yang dipermasalahkan.
Sementara Siswo Sumarto, SH, menyatakan optimisme bahwa eksepsi mereka akan diterima oleh majelis hakim.
“Kami yakin majelis hakim akan melihat fakta hukum ini dengan jernih dan mengabulkan eksepsi yang kami ajukan, ” ungkapnya.
Di sisi lain, Jaksa Ni Putu Evy Widhiarini, SH, MH, menyatakan akan memberikan tanggapan tertulis pada sidang berikutnya. Ketua Majelis Hakim Heriyanti pun menjadwalkan sidang lanjutan untuk mendengar respons JPU.
Kasus yang terjadi dengan penuh drama, intrik dan kontroversi ini, eksepsi ini diharapkan menjadi jalan yang dapat menentukan keadilan bagi perjuangan Anak Agung Ngurah Oka dalam memperjuangkan hak - hak pribadi dan adatnya. (Ray)