DENPASAR - Pemasangan plang oleh organisasi masyarakat (Ormas) Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Komda Provinsi Bali ditanah milik keluarga besar Jero Kepisah menuai kontroversi.
Pengakuan sepihak ini dituliskannya dalam sebidang papan bahwa tanah seluas 48, 5 are ini adalah milik Gusti Gde Raka Ampug yang konon merupakan leluhur ahli waris A.A. Ngurah Ekawijaya dan keluarga Puri Jambe Suci.
Ia juga menerangkan disana dasar hukumnya adalah bukti surat tua yakni pajak zaman pendudukan Belanda, Pajak Zaman Pendudukan Jepang, Pipil Nomor C4 dan keterangan SPPT.
Menemui salah satu Penasehat Hukum dari Jero Kepisah Wayan "Dobrak" Sutita yang juga terlihat ikut memasang plang ditanah tersebut menyebutkan,
"Saya tantang lembaga abal - abal bahwa saya punya apa dan mereka punya apa (bukti kepemilikan_red), " ujar Dobrak.
Ia juga menekankan bahwa Anak Agung Ngurah Oka selaku salah satu pewaris keluarga besar Jero Kepisah telah menempati dan mengelola tanah tersebut sejak lama dan sudah syah secara hukum adat.
"Itu artinya dari jaman kerajaan Bali"
Wayan Dobrak menekankan juga adanya upaya - upaya paksa yang menggunakan kekuatan finansial untuk menggoyang keluarga besar Jero Kepisah. Dengan cara merekayasa, memaksakan kehendak atas sesuatu yang belum pasti kepemilikannya.
"Merekayasa keadilan"
Pengaturan hasil panen dan "ayah-ayahan" (pelayanan bakti) selama ini juga dilakukan oleh pengelola lahan diberikan kepada keluarga Jero Kepisah.
"Pengayah (pengelola lahan) tidak pernah 'mengatur ayahan' ke Jero Jambe Suci"
Selain tanah 8 hektar di Subak Kerdung tanah sejumlah 48, 5 are ini pun ingin dikuasainya atas nama leluhur yang sama yakni Gusti Gde Raka Ampug, yang dikatakan oleh penasehat hukumnya bahwa tidak ada hubungan keluarga.
Pihak Ormas LP-KPK sempat dihubungi oleh tim awak Garda Media akan memberikan waktu untuk dimintai keterangannya terkait pemasangan plang tersebut. (Ray)